Solo, 31/03/2013. Sebanyak 2.646 orang guru TPA/TPQ se-Solo Raya berkumpul di ruang pertemuan UNS, Solo, Minggu siang. Mereka mengikuti ceramah tentang Membangun Indonesia Hebat yang digagas oleh beberapa organisasi di kota Solo. Acara dibuka dengan presentasi Beli Indonesia oleh pengusaha senior Solo, H. Suripto. “Hanya dengan membeli produk yang dibuat oleh saudara-saudara kita sendiri, maka cukup untuk membuat Indonesia menjadi bangsa yang hebat,” kata Suripto berapi-api. Masalahnya, lanjut Suripto, bangsa Indonesia telah kehilangan karakternya sehingga tidak tahu apa dan siapa yang harus dibela. Kehilangan karakter ini pula yang menyebabkan Indonesia kehilangan jati diri dan keyakinannya.
Pada bagian inti, Tim Beli Indonesia , Aswandi As’an memaparkan materi tentang entrepreneurship. “Rujukan dan syarat sebagai bangsa hebat itu sudah ada pada kita semua. Peninggalan sejarah di berbagai daerah menunjukkan bahwa kita ini memiliki trah bangsa hebat,” kata Aswandi. Kita punya negara yang luas dengan letak yang strategis serta kekayaan yang tidak terkira. Penduduk kita besar adalah pasar yang sangat strategis. Negeri kita memiliki dua musim yang memungkinkan kita untuk produktif sepanjang tahun. Begitu hebatnya negeri ini sampai seorang ahli fisika nuklir asal Brazil, Arysio Santos meyakini bahwa negara besar yang menjadi pusat peradaban 11.600 tahun lalu bernama Atlantis itu adalah Indonesia hari ini. Santos meyakini itu setelah melakukan penelitian selama 30 tahun untuk mencari negeri Atlantis yang pernah disebut Plato 2.000 tahun sebelum masehi.
Pertanyaannya, mengapa hari ini justru bangsa ini terpuruk? Apa yang salah dengan bangsa ini sehingga sulit sekali bangkit? “Indonesia tidak memiliki satu hal yang menjadi syarat terjadinya sebuah kebangkitan itu. Syarat itu adalah karakter,” jelas Aswandi. Karakter ini yang harus dibangkitkan dulu sebelum membangun fisiknya. Para pendahulu kita telah mengisyaratkan agar kita membangun jiwa dulu sebagaimana yang tercantum dalam lagu kebangsaan kita Indonesia Raya. Dan hari ini, itulah yang tidak terjadi dibangsa kita. Kita terseret dalam logika pembangunan brand atau merek dan meninggalkan pembangunan karakter.
Sejarah kemerdekaan kita adalah sejarah yang sarat dengan heroisme. Strategi perang manapun tidak mungkin mengatakan bahwa bambu runcing bisa mengalahkan senjata modern. Faktanya, kita bisa mengalahkan para penjajah itu dan berhasil merebut kemerdekaan. Merdeka itu kita rebut bukan pemberian bangsa lain. “Heroisme itu ada ketika kita tahu siapa jati diri kita, jelas apa yang kita bela dan kita yakin bahwa Allah Subhanahu wataala akan menolong perjuangan kita,” ungkap Aswandi. Hari ini semua itu hilang dari bangsa kita, sehingga dengan mudah bangsa lain menjajah menguasai sumber alam dan pasar kita. Kita menjadi bangsa penakut yang tidak bisa menaklukkan ketakutannya sendiri. Keyakinan diri runtuh dan mudah terpukau dengan penampilan orang lain. “Kita ini gampang galau dan bingung mana yang harus dibela, bangsa sendiri atau bangsa lain, saudara sendiri atau orang lain,” jelas Aswandi
“Saya yakin semua yang ada di ruangan ini adalah orang hebat, karena menjalankan tugas mulia mencetak generasi hebat untuk membangun peradaban Indonesia yang hebat,” Aswandi menyemangati. Sayyidina Ali, kata Aswandi pernah berkata bahwa sebaik-baik warisan adalah kebudayaan. Kita harus menjaga budaya kita sendiri dengan membangun generasi yang berbudaya. Karena hari ini, ada kekuatan asing yang ingin merubah generasi kita menjadi generasi yang memiliki budaya seperti mereka. Pancasila yang telah dirumuskan dengan sangat cermat dan hati-hati oleh para pendiri bangsa sebagai ideology negara, kita abaikan. Ucapan dan tindakan kita tidak lagi mencerminkan ideology kita sendiri tetapi lebih condong ke ideology asing. Kita pikir itulah yang hebat. Padahal itu cermin bahwa kita bangsa terjajah . “Maka tidak ada jalan untuk membangun Indonesia yang hebat kecuali kita kembali kepada kekuatan kita sendiri yang berakar pada nilai dan budaya kita sendiri,” Aswandi mengakhiri presentasinya. (2as)
0 komentar:
Posting Komentar